Cerita Panas ini bermula ketika aku berumur 32 tahun, aku waktu itu
sudah bekerja sebagai kepala bagian di sebuah perusahaan BUMN,
penghasilanku lebih dari cukup. Apapun bisa kupenuhi, hanya satu yang
belum dapat kuraih, yaitu kebahagiaan keluarga, atau dengan kata lain
punya istri dan punya anak. Aku hidup sebagai bujangan, kadang untuk
memenuhi hasrat biologisku, aku mencarter wanita malam yang kesepian.
Ketika
itu aku masih kost di kota A, kota yang indah dan tidak terlalu ramai,
sebab di kota A itulah aku bekerja. Aku kost di rumah seorang ibu muda
dengan satu anak gadisnya. Sebut saja ibu muda itu adalah Tante Linda,
dan anak gadisnya yang masih 12 tahun usianya dan duduk di bangku SMP
kelas 1, namanya Lia. Suami Tante Linda, sebut saja Oom Joko bekerja di
ibukota, di suatu instansi pemerintah, dan mempunyai jabatan strategis.
Setiap 2 minggu sekali, Oom Joko pulang ke kota A, aku sendiri cukup
akrab dengan Oom Joko, umurku dengannya tidak terlalu terpaut jauh. Oom
Joko aku taksir baru berumur sekitar 35 tahun, sedangkan Tante Linda
justru lebih tua sedikit, 37 tahun. Aku menyebut mereka Oom dan Tante,
sebab walaupun beda umur antara aku dan mereka sedikit, tetapi mereka
sudah berkeluaga dan sudah punya seorang anak gadis.
Tante Linda
merupakan seorang sekretaris di sebuah perusahaan otomotif di kota B
yang jaraknya tidak begitu jauh dari kota A. Tante Linda berangkat pagi
dan pulang malam, begitu seterusnya setiap harinya, sehingga aku kurang
begitu dekat dengan Tante Linda. Justru kepada anak gadisnya yang masih
SMP yang bernama Lia, aku merasa dekat. Sebab pada hari-hari kosongku,
Lia lah yang menemaniku.
Selama tinggal serumah dengan Tante Linda
dan anak gadisnya, yaitu Lia, aku tidak pernah berpikiran buruk,
misalnya ingin menyetubuhi Tante Linda atau yang lainnya. Aku
menganggapnya sudah seperti kakak sendiri. Dan kepada Lia, aku juga
sudah menganggapnya sebagai keponakanku sendiri pula. Sampai akhirnya
ketika suatu hari, hujan gerimis rintik-rintik, pekerjaan kantor telah
selesai aku kerjakan, dan saat itu hari masih agak siang. Aku malas
sekali ingin pulang, lalu aku berpikir berbuat apa di hari seperti ini
sendirian. Akhirnya aku putuskan meminjam kaset VCD Blue Film yang
berjudul Tarzan X ke rekan kerjaku. Kebetulan dia selalu membawanya, aku
pinjam ke dia, lalu aku cepat-cepat pulang. Keadaan rumah masih sangat
sepi, sebab Lia masih sekolah, dan Tante Linda bekerja. Karena aku kost
sudah cukup lama, maka aku dipercaya oleh Oom Joko dan Tante Linda untuk
membuat kunci duplikat. Jika sewaktu-waktu ada perlu di rumah, jadi
tidak harus repot menunggu Lia pulang ataupun Tante Linda pulang.
Aku
sebetulnya ingin menyaksikan film tersebut di kamar, entah karena masih
sepi, maka aku menyaksikannya di ruang keluarga yang kebetulan
tempatnya di lantai atas. Ah.. lama juga aku tidak menyaksikan film
seperti ini, dan memang lama juga aku tidak ML (making love) dengan
wanita malam yang biasa kupakai akibat stres karena kerjaan yang tidak
ada habis-habisnya.
Aku mulai memutar film tersebut, dengan ukuran TV
Sony Kirara Baso, seakan aku menyaksikan film bioskop, adegan demi
adegan syur membuatku mulai bernafsu dan membuat batang kemaluanku
berontak dari dalam celanaku. Aku kasihan pada adik kecilku itu, maka
kulepaskan saja celanaku, kulepaskan juga bajuku, sehingga aku hanya
menggunakan kaos singlet ketat saja. Celana panjang dan celana dalamku
sudah kulepaskan, maka mulai berdiri dengan kencang dan kokohnya batang
kemaluanku yang hitam, panjang, besar dan berdenyut-denyut. Aku
menikmatinya sesaat, sampai akhirnya kupegangi sendiri batang kemaluanku
itu dengan tangan kananku. Mataku tetap konsentrasi kepada layar TV,
melihat adegan-adegan yang sudah sedemikian panasnya. Tarzan yang bodoh
itu sedang diajari oleh wanitanya untuk memasukkan batang kemaluannya
itu ke lubang kemaluan si wanita.
Batang kemaluan yang dari tadi
kupegangi, kini telah kukocok-kocok, lambat dan cepat silih berganti
gerakanku dalam mengocok. Setelah sekian lama, aku merasa sudah tidak
kuat lagi menahan cairan mani yang ingin keluar.
Lalu, “Ahh…
crrrottt.. cccroottt…,” aku sudah menyiapkan handuk kecil untuk
menampung cairan mani yang keluar dari lubang kencing kemaluanku.
Sehingga cairan itu tidak muncrat kemana-mana.
Ternyata tanpa
sepengetahuanku, ada sepasang mata melihat ke arahku dengan tidak
berkedip, sepasang mata itu rupanya melihat semua yang kulakukan tadi.
Aku baru saja membersihkan batang kemaluanku dengan handuk, lalu
sepasang mata itu keluar dari persembunyiannya, sambil berkata kecil.
“Oom Agus, lagi ngapain sih, kok main-main titit begitu, emang kenapa sih?” kata suara kecil mungil yang biasa kudengar.
Bagaikan
disambar geledek di siang hari, aku kaget, ternyata Lia sudah ada di
belakangku. Aku gugup akan bilang apa, kupikir anak ini pasti sudah
melihat apa yang kulakukan dari tadi.
“Eh, Llliiiiaaa.. baru pulang?”
sahutku sekenanya.“Iya nih Oom, ngga ada pelajaran.” tukas Lia, lalu
Lia melanjutkan perkataannya, “Oom Agus, Lia tadi kan nanya, Oom lagi
ngapain sih, kok mainin titit gitu?”“Oohh ini..,” aku sudah sedikit bisa
mengontrol diri, “Ini.. Oom habis melakukan olahraga , Lia.”“Ooohh..
habis olahraga yaaa..?” Lia sedikit heran.“Iya kok.. olahraga Oom, ya
begini, sama juga dengan olahraga papanya Lia.” jawabku ingin meyakinkan
Lia.“Kalo olahraga Lia di sekolah pasti sama pak guru Lia disuruh
lari.” Lia menimpali.“Itu karena Lia kan masih sekolah, jadi olahraganya
harus sesuai dengan petunjuk pak guru.” jawabku lagi.“Oom, Lia pernah
lihat papa juga mainin titit persis seperti yang Oom Agus lakukan tadi,
cuma bedanya papa mainin tititnya sama mama.” Lia dengan polosnya
mengatakan hal itu.“Eh, Lia pernah lihat papa dan mama olahraga
begituan?” aku balik bertanya karena penasaran.“Sering lihat Oom, kalo
papa pulang, kalo malem pasti melakukannya sama mama.” ujar Lia masih
dengan polosnya menerangkan apa yang sering dilihatnya.“Seperti ini
yaa..?” sambil aku menunjuk ke cover gambar film Tarzan X, gambar Tarzan
dengan memasukkan batang kemaluannya ke lubang kelamin wanitanya.“Iya
Oom, seperti apa yang di film itu lho!” jawab Lia, “Eh.. Oom, bagus lho
filmnya, boleh ngga nih Lia nonton, mumpung ngga ada mama?”“Boleh kok,
cuma dengan syarat, Lia tidak boleh mengatakan hal ini sama papa dan
mama, oke?” aku memberi syarat dengan perasaan kuatir jika sampai Lia
cerita pada mama dan papanya.“Ntar Oom beliin coklat yang banyak deh.”
janjiku.“Beres Oom, Lia ngga bakalan cerita ke mama dan papa.” dengan
santai Lia menjawab perkataanku, rupanya Lia langsung duduk di sofa
menghadap ke TV.Kuputar ulang lagi film Tarzan X tersebut, dan Lia
menontonnya dengan sepenuh hati, adegan demi adegan dilihatnya dengan
penuh perhatian. Aku sendiri termenung menyaksikan bahwa di depanku ada
seorang gadis kecil yang periang dan pintar sedang menonton blue film
dengan tenangnya. Sedangkan aku sendiri masih belum memakai celanaku,
ikut melihat lagi adegan-adegan film Tarzan X itu, membuat batang
kemaluanku tegang dan berdiri kembali, kubiarkan saja. Lama kelamaan,
aku tidak melihat ke arah film Tarzan X itu, pandanganku beralih ke
sosok hidup yang sedang menontonnya, yaitu Lia.
Lia adalah yang
tergolong imut dan manis untuk gadis seusianya. Entah kenapa, aku ingin
sekali bersetubuh dengan Lia, aku ingin menikmati rasanya lubang kelamin
Lia, yang kubayangkan pastilah masih sangat sempit. Ahhh.. nafsuku kian
membara karena memikirkan hal itu. Aku mencoba mencari akal, bagaimana
caranya agar keperawanan Lia bisa kudapatkan dan kurasakan. Kutunggu
saja waktu tepatnya dengan sabar. Tidak terasa, selesailah film
tersebut. Suara Lia akhirnya memecahkan keheningan.“Oom, tuh tititnya
berdiri lagi.” kata Lia sambil menunjuk ke arah batang kemaluanku yang
memang sedang tegang.
“Iya nih Lia, tapi biarin saja deh, gimana
dengan filmnya?” jawabku santai.“Bagus kok Oom, persis seperti apa yang
papa dan mama lakukan, dan Lia ada beberapa pertanyaan buat Oom nih.”
Lia sepertinya ingin menanyakan sesuatu.“Pertanyaannya apa?” tanyaku.
“Kenapa sih, kalo olahraga gituan harus masukin titit ke… apa tuh, Lia ngga ngerti?” tanya Lia.
“Oh
itu.., itu namanya titit dimasukkan ke lubang kencing atau disebut juga
lubang memek, pasti papa Lia juga melakukan hal itu ke mama kan?”
jawabku menerangkan.“Iya benar Oom, papa pasti masukin tititnya ke
lubang yang ada pada memek mama.” Lia membenarkan jawabanku.
“Itulah
seninya olahraga beginian Lia, bisa dilakukan sendiri, bisa juga
dilakukan berdua, olahraga ini khusus untuk dewasa.” kataku memberi
penjelasan ke Lia.“Lia sudah boleh ngga Oom.. melakukan olahraga seperti
itu?” tanya Lia lagi.Ouw.. inilah yang aku tunggu.. dasar rejeki..
selalu saja datang sendiri.“Boleh sih, dengan satu syarat jangan bilang
sama mama dan papa.” jelasku.Terang saja aku membolehkan, sebab itulah
yang kuharapkan.
“Lia harus tahu, jika Lia melakukan olahraga beginian akan merasa lelah sekali tetapi juga akan merasakan enak.” tambahku.
“Masa
sih Oom? Tapi kayaknya ada benarnya juga sih, Lia lihat sendiri mama
juga sepertinya merasa lelah tapi juga merasa keenakan, sampai
menjerit-jerit lho Oom, malahan kadang seperti mau nangis.” Lia yang
polos rupanya sudah mulai tertarik dan sepertinya ingin tahu bagaimana
rasanya.
“Emang gitu kok. Ee…, mumpung masih siang nich, mama Lia
juga masih lama pulangnya, kalo Lia memang ingin olahraga beginian,
sekarang saja gimana?” aku sudah tidak sabar ingin melihat pesona
kemaluannya Lia, pastilah luar biasa.“Ayolah!” Lia mengiyakan.
Memang
rasa ingin tahu anak gadis seusia Lia sangatlah besar. Ini adalah hal
baru bagi Lia. Segera saja kusiapkan segala sesuatunya di otakku. Aku
ingin Lia merasakan apa yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kaos
singlet yang menempel di tubuhku telah kulepas. Aku sudah telanjang
bulat dengan batang kejantananku mengacung-ngacung keras dan tegang.
Baru pernah seumur hidupku, aku telanjang di hadapan seorang gadis belia
berumur 12 tahun. Lia hanya tersenyum-senyum memandangi batang
kemaluanku yang berdiri dengan megahnya. Mungkin karena kebiasaan
melihat papa dan mamanya telanjang bulat, sehingga melihatku telanjang
bulat merupakan hal yang tidak aneh lagi bagi Lia.
Kusuruh Lia untuk
membuka seluruh pakaiannya. Awalnya Lia protes, tetapi setelah
kuberitahu dan kucontohkan kenapa mama Lia telanjang bulat, dan kenapa
ceweknya Tarzan juga telanjang bulat, sebab memang sudah begitu
seharusnya. Akhirnya Lia mau melepas pakaiannya satu persatu. Aku
melihat Lia melepaskan pakaiannya dengan mata tidak berkedip. Pertama
sekali, lepaslah pakaian sekolah yang dikenakannya, lalu rok biru
dilepaskan juga. Sekarang Lia tinggal mengenakan kaos dalam dan celana
dalam saja.
Cerita Panas - Di balik kaos dalamnya yang cukup tebal
itu, aku sudah melihat dua benjolan kecil yang mencuat, pastilah puting
susunya Lia yang baru tumbuh. Baru saja aku berpikiran seperti itu, Lia
sudah membuka kaos dalamnya itu dan seperti apa yang kubayangkan, puting
susu Lia yang masih kuncup, membenjol terlihat dengan jelas di kedua
mataku. Puting susu itu begitu indahnya. Lain sekali dengan yang biasa
kulihat dan kurasakan dari wanita malam langgananku, rata-rata puting
susu mereka sudah merekah dan matang, sedangkan ini, aku hanya bisa
menelan ludah.
Payudara Lia memang belum nampak, sebab karena faktor
usia. Akan tetapi puting susunya sudah mulai menampakkan hasilnya.
Membenjol cukup besar dan mencuat menantang untuk dinikmati. Warna
puting susu Lia coklat kemerahan, aku melihat puting susu itu menegang
tanpa Lia menyadarinya. Lalu Lia melepaskan juga celana dalamnya.
Kembali aku dibuatnya sangat bernafsu, kemaluan Lia masih berupa garis
lurus, seperti kebanyakan milik anak-anak gadis yang sering kulihat
mandi di sungai. Vagina yang belum ditumbuhi bulu rambut satu pun, masih
gundul. Aku sungguh-sungguh melihat pemandangan yang menakjubkan ini.
Terbengong-bengong aku dibuatnya.
“Oom, udah semua nih, udah siap nih
Oom.”Aku tersentak dari lamunan begitu mendengar Lia berbicara.“Oke,
sekarang dimulai yaaa…?”
Kuberi tanda ke Lia supaya tiduran di sofa.
Pertama sekali aku meminta ijin ke Lia untuk menciuminya, Lia
mengijinkan, rupanya karena sangat ingin atau karena Lia memang sudah
mulai menuruti nafsunya sendiri, aku kurang tahu. Yang penting bagiku,
aku merasakan liang perawannya dan menyetubuhinya siang ini.
Aku
ciumi kening, pipi, hidung, bibir dan lehernya. Kupagut dengan mesra
sekali. Kubuat seromantis mungkin. Lia hanya diam seribu bahasa,
menikmati sekali apa yang kulakukan kepadanya.
Setelah puas aku
menciuminya, “Lia, boleh ngga Oom netek ke Lia?” tanyaku meminta.“Tapi
Oom, tetek Lia kan belon sebesar seperti punya mama.” kata Lia sedikit
protes.“Ngga apa-apa kok Lia, tetek segini malahan lebih enak.” kilahku
meyakinkan Lia.“Ya deh, terserah Oom saja, asalkan ngga sakit aja.”
jawab Lia akhirnya memperbolehkan.
“Dijamin deh ngga sakit, malahan Lia akan merasakan enak dan nikmat yang tiada tara.” jawabku lagi.
Segera
saja kuciumi puting susu Lia yang kiri, Lia merasa geli dan
menggelinjang-gelinjang keenakan, aku merasakan puting susu Lia mulai
mengalami penegangan total. Selanjutnya, aku hisap kedua puting susu
tersebut bergantian. Lia melenguh menahan geli dan nikmat, aku terus
menyusu dengan rakusnya, kusedot sekuat-kuatnya, kutarik-tarik,
sedangkan puting susu yang satunya lagi kupelintir-pelintir.
“Oom,
kok enak banget nihhh… oohhh… enakkk…” desah Lia keenakan.Lia terus
merancau keenakan, aku sangat senang sekali. Setelah sekian lama aku
menyusu, aku lepaskan puting susu tersebut. Puting susu itu sudah
memerah dan sangat tegangnya. Lia sudah merasa mabuk oleh kenikmatan.
Aku bimbing tangannya ke batang kemaluanku.
“Lia, kocok dong tititnya Oom Agus.” aku meminta Lia untuk mengocok batang kemaluanku.
Lia
mematuhi apa yang kuminta, mengocok-ngocok dengan tidak beraturan. Aku
memakluminya, karena Lia masih amatir, sampai akhirnya aku justru merasa
sakit sendiri dengan kocokan Lia tersebut, maka kuminta Lia untuk
menghentikannya. Selanjutnya, kuminta Lia untuk mengangkangkan kedua
kakinya lebar-lebar, tanpa bertanya Lia langsung saja mengangkangkan
kedua kakinya lebar-lebar, aku terpana sesaat melihat vagina Lia yang
merekah. Tadinya kemaluan itu hanya semacam garis lurus, sekarang di
hadapanku terlihat dengan jelas, buah klitoris kecil Lia yang sebesar
kacang kedelai, vaginanya merah tanpa ditumbuhi rambut sedikit pun, dan
yang terutama, lubang kemaluan Lia yang masih sangat sempitnya. Jika
kuukur, hanya seukuran jari kelingking lubangnya.
Aku lakukan sex
dengan mulut, kuciumi dan hisap kemaluan Lia dengan lembut, Lia kembali
melenguh. Lenguhan yang sangat erotis. Meram melek kulihat mata Lia
menahan enaknya hisapanku di kemaluannya. Kusedot klitorisnya. Lia
menjerit kecil keenakan, sampai tidak berapa lama.
“Oom, enak banget
sih, Lia senang sekali, terussinnn…” pinta Lia.Aku meneruskan
menghisap-hisap vagina Lia, dan Lia semakin mendesah tidak karuan. Aku
yakin Lia hampir mencapai puncak orgasme pertamanya selama hidup.“Oommm…
ssshhh… Lia mau pipis nich..”
Lia merasakan ada sesuatu yang
mendesak ingin keluar, seperti ingin kencing.“Tahan dikit Lia… tahan
yaaa…” sambil aku terus menjilati, dan menghisap-hisap kemaluannya.
“Udah
ngga tahan nich Oommm… aahhh…”Tubuh Lia mengejang, tangan Lia
berpegangan ke sofa dengan erat sekali, kakinya menjepit kepalaku yang
masih berada di antara selangkangannya.Lia ternyata sudah sampai pada
klimaks orgasme pertamanya. Aku senang sekali, kulihat dari bibir lubang
perawannya merembes keluar cairan cukup banyak. Itulah cairan mani
nikmatnya Lia.
“Oohhh… Oom Agus… Lia merasa lemes dan enak sekali… apa sih yang barusan Lia alami, Oom…?” tanya Lia antara sadar dan tidak.
“Itulah puncaknya Lia.., Lia telah mencapainya, pingin lagi ngga?” tanyaku.“Iya.. iya.. pingin Oom…” jawabnya langsung.
Aku
merasakan kalau Lia ingin merasakannya lagi. Aku tidak langsung
mengiyakan, kusuruh Lia istirahat sebentar, kuambilkan semacam obat dari
dompetku, obat dopping dan kusuruh Lia untuk meminumnya. Karena
sebentar lagi, aku akan menembus lubang perwannya yang sempit itu, jadi
aku ingin Lia dalam keadaan segar bugar.Tidak berapa lama, Lia kulihat
telah kembali fit.
“Lia… tadi Lia sudah mencapai puncak pertama, dan masih ada satu puncak lagi, Lia ingin mencapainya lagi kan..?” bujukku.
“Iya
Oom, mau dong…” Lia mengiyakan sambil manggut-manggut.“Ini nanti bukan
puncak Lia saja, tetapi juga puncak Oom Agus, ini finalnya Lia” kataku
lagi menjelaskan.
“Final?” Lia mengernyitkan dahinya karena tidak
paham maksudku.“Iya, final.., Oom ingin memasukan titit Oom ke lubang
memek Lia, Oom jamin Lia akan merasakan sesuatu yang lebih enak lagi
dibandingkan yang tadi.” akhirnya aku katakan final yang aku maksudkan.
“Ooh
ya, tapi.. Oom.. apa titit Oom bisa masuk tuh? Lubang memek Lia kan
sempit begini sedangkan tititnya Oom.. gede banget gitu…” Lia sambil
menunjuk lubang nikmatnya.
“Pelan-pelan dong, ntar pasti bisa masuk
kok.. cobain ya..?” pintaku lagi.“Iya deh Oom…” Lia secara otomatis
telah mengangkangkan kakinya selebar-lebarnya.Kuarahkan kepala
kemaluanku ke lubang vagina Lia yang masih super sempit tersebut. Begitu
menyentuh lubang nikmatnya, aku merasa seperti ada yang menggigit dan
menyedot kepala kemaluanku, memang sangat sulit untuk memasukkannya.
Sebenarnya bisa saja kupaksakan, tetapi aku tidak ingin Lia merasakan
kesakitan. Kutekan sedikit demi sedikit, kepala kemaluanku bisa masuk,
Lia mengaduh dan menjerit karena merasa perih. Aku menyuruhnya menahan.
Efek dari obat dopping itu tadi adalah untuk sedikit meredam rasa perih,
selanjutnya kutekan kuat-kuat.“Blusss…”
Lia menjerit cukup keras,
“Ooommm… tititnya sudaaahhh masuk… kkaahhh?”“Udah sayang… tahan ya…”
kataku sambil mengelus-ngelus rambut Lia.
Aku mundurkan batang
kemaluanku. Karena sangat sempitnya, ternyata bibir kemaluan Lia ikut
menggembung karena tertarik. Kumajukan lagi, kemudian mundur lagi
perlahan tetapi pasti. Beberapa waktu, Lia pun sepertinya sudah
merasakan enak. Setelah cairan mani Lia yang ada di lubang perawannya
semakin membanjir, maka lubang kenikmatan itu sudah sedikit merekah. Aku
menggenjot maju mundur dengan cepat. Ahhh.. inikah kemaluan perawan
gadis imut. Enak sekali ternyata. Hisapannya memang tiada duanya. Aku
merasa keringat telah membasahi tubuhku, kulihat juga keringat Lia pun
sudah sedemikian banyaknya.
Sambil kuterus berpacu, puting susu Lia
kumainkan, kupelintir-pelintir dengan gemas, bibir Lia aku pagut,
kumainkan lidahku dengan lidahnya. Aku merasakan Lia sudah keluar
beberapa kali, sebab aku merasa kepala batang kemaluanku seperti
tersiram oleh cairan hangat beberapa kali dari dalam lubang surga Lia.
Aku ganti posisi. Jika tadi aku yang di atas dan Lia yang di bawah,
sekarang berbalik, aku yang di bawah dan Lia yang di atas. Lia seperti
kesetanan, bagaikan cowboy menunggang kuda, oh enak sekali rasanya di
batang kemaluanku. Naik turun di dalam lubang surga Lia.
Sekian lama
waktu berlalu, aku merasa puncak orgasmeku sudah dekat. Kubalik lagi
posisinya, aku di atas dan Lia di bawah, kupercepat gerakan maju
mundurku. Lalu aku peluk erat sekali tubuh kecil dalam dekapanku,
kubenamkan seluruh batang kemaluanku. Aku menegang hebat.
“Crruttt…
crruttt…”Cairan maniku keluar banyak sekali di dalam lubang kemaluan
Lia, sedangkan Lia sudah merasakan kelelahan yang amat sangat. Aku cabut
batang kemaluanku yang masih tegang dari lubang kemaluan Lia. Lia
kubiarkan terbaring di sofa. Tanpa terasa, Lia langsung tertidur, aku
bersihkan lubang kelaminnya dari cairan mani yang perlahan merembes
keluar, kukenakan kembali semua pakaiannya, lalu kubopong gadis kecilku
itu ke kamarnya. Aku rebahkan tubuh mungil yang terkulai lelah dan
sedang tertidur di tempat tidurnya sendiri, kemudian kucium keningnya.
Terima kasih Lia atas kenikmatannya tadi. Malam pun tiba.
Keesokan
harinya, Lia mengeluh karena masih merasa perih di vaginanya, untungnya
Tante Linda tidak tahu. Hari berlalu terus. Sering kali aku melakukan
olah raga senggama dengan Lia, tentunya tanpa sepengetahuan Oom Joko dan
Tante Linda.
Kira-kira sudah berjalan setengah tahun lamanya, Lia
sudah sangat pintar untuk ukuran gadis seusianya dalam melakukan
olahraga senggama. Aku pun sangat memanjakannya, uang yang biasa
kuhamburkan untuk membayar wanita malam, kuberikan ke Lia. Untuk
menghindari kecurigaan orang tuanya, uang itu kubelikan hal-hal yang Lia
suka, seperti makanan, mainan dan masih banyak lagi.
Sekarang Lia
sudah kelas 2 SMP, naik kelas dengan nilai yang bagus, apa yang
kulakukan dengan Lia tidak mempengaruhi belajarnya. Inilah yang membuat
aku semakin sayang, dan sampai suatu saat, Tante Linda diharuskan pergi
beberapa hari lamanya ke ibu kota untuk menemani Oom Joko menghadiri
resepsi-resepsi pernikahan dari rekan-rekan kerja Oom Joko yang
kebetulan berurutan tanggalnya. Aku ditinggal berdua di rumah dengan
Lia, memang sudah terlalu biasa, sedikit bedanya adalah sekarang sudah
super bebas, tidak mengkhawatirkan kalau-kalau Tante Linda pulang dari
kerja.